ANOTHER DAY, SERIES

ANOTHER DAY (4)

Tittle                 : ANOTHER DAY

Cast                 : Jung Sooyeon

                          Kim Haerim

                          Baek Hayoung

                          Kwon Woobin

                          Kim Yoontae

                          Han Jaeyi

Genre               : Love Story, Drama, Mature, Friendship,

Series

Copyright © royalfams418.2022. Allright Reserved

This is just my imagination & don’t copy paste without permission

——————————————————————–

.

.

Part 4

.

.

Jaeyi terkejut begitu mendatangi ruang santai Haerim. Namun, ia juga tak bisa menyembunyikan perasaan senangnya saat melihat sosok lain yang ada disana. Rumor yang tersebar tentang gadis itu benar adanya.

.

“Apa kau baik-baik saja, Sooyeon-ssi? Aku Han Jaeyi, asisten Direktur Kim”, ujarnya menyapa gadis itu sembari memperkenalkan diri.

.

Sooyeon hanya mengangguk tanpa mengatakan sepatah katapun. Sementara, Jaeyi segera mengeluarkan sesuatu dari kantong belanjaan yang sedari tadi ia pegang. Tak berapa lama, Haerim kembali ke ruangan.

.

“Aku harap, pilihan makananku cocok dengan seleramu Sooyeon-ssi”, ujarnya lagi sembari mengubah meja didepannya menjadi meja penuh dengan makanan.

.

“Terima kasih”, balas Sooyeon singkat.

.

“Gomawo, Jaeyi-ssi”, suara Haerim menimbrung dan ia duduk bersebrangan dengan Sooyeon sementara Jaeyi menyelesaikan pekerjaannya.

.

“Kau tidak ingin bergabung?”, tanya Haerim begitu melihat Jaeyi tampak bersiap pergi.

.

Menyadari suasana di dalam ruangan, Sooyeon pun angkat bicara. “Sebaiknya kau ikut bergabung. Aku tidak enak sudah merusak waktu istirahat Direktur Kim dan merepotkannya karena keteledoranku”

.

“Tidak masalah. Kau salah satu artisku”, jawab Haerim tanpa sadar bahwa kata-kata itu hampir melukai seseorang.

.
“Ah, maksudnya… Direktur sangat menghargai para artisnya. Mungkin saja dia khawatir karena kau terluka” Jaeyi segera menyahut. Entah karena kebiasaan atau memang dia sudah terbiasa dengan sikap Haerim yang kadang tidak menyadari ucapannya.

.

Sooyeon tersenyum pada wanita itu. “Aku mengerti”

.

Suasana makan hari itu menjadi suasana yang paling kikuk yang pernah ada. Baik Haerim, Jaeyi maupun Sooyeon tidak banyak bicara dan hanya mencoba menikmati makanan yang mereka santap.

.

.

.

.

.

——————————————

.

“Woah, whats that?”

.

Jaeyi mengerang frustasi sembari berjalan di sebelah Haerim yang tampak cuek.

.

“Aku sangat excited mendengar bahwa dia akan berada di bawah naungan X3. Tapi suasana tadi sangat menyebalkan. Bisakah kau tidak terlalu cuek?”

.

“Wae? Aku sudah menolongnya. Dan lagi, kenapa kau membawa begitu banyak makanan?”

.

“Jadi itu salahku?”

.

“Aish, sudahlah Unnie. Aku sudah menolongnya”

.

Haerim segera membuka pintu mobilnya dan membuat Jaeyi mengalah. “Hati-hati. Menyetirlah dengan benar”

.

“Hmmm. Terima kasih untuk hari ini. Aku ingin beristirahat dengan puas di rumah”

.

Sepeninggal Haerim, Jaeyi kembali masuk ke dalam gedung agensi dan disaat ia melihat Sooyeon bersama beberapa pria yang dikenalnya berasal dari tim produksi.

.

“Sepertinya semua orang menyambut kedatangannya dnegan baik”, ucapnya dalam hati sembari tersenyum.

.

.

.

.

.

.

***

.

.

“Sooyeon-ah, kau meninggalkan apartemen tanpa seizinku. Dimana kau? Aku akan menjemputmu”

.

Suara Minho terdengar gelisah saat mengetahui artisnya tidak berada di tempat yang seharusnya. Terlebih jika mengingat bahwa Jung Sooyeon bukanlah sekedar artis biasa, tapi yang menjadi sorotan publik dalam beberapa tahun belakangan ini.

.

Sooyeon hanya mendengar omelan itu dalam diamnya dan tatapannya lurus memandang Seoul dari ketinggian dimana tempat ia berdiri saat ini. Kerlap kerlip lampu kota dan kendaraan yang melintas, terlihat sangat indah dimatanya.

.

“Oppa, jangan khawatir. Aku hanya ingin menikmati Seoul sejenak”

.

“Tapi kau sendirian. Bagaimana jika terjadi sesuatu?”

.

“Kumohon, Oppa. Kali ini saja. Aku akan segera pulang”

.

Sooyeon mematikan ponselnya. Suasana malam Seoul yang cukup sejuk tak mengurungkan niat gadis itu menaiki bukit santai yang terletak di tengah kota. Dengan menggunakan penyamarannya, ia berjalan-jalan di sekitar area bukit sambil mendengarkan beberapa playlist dari ipod miliknya.

.

“Apa segalanya akan lebih mudah jika aku menghilang?”

.

.

.

.

.

“Kukatakan untuk yang terakhir, Sooyeon-ah. Apa kau yakin akan ke X3Ent?”

.

Pertanyaan Minho tak mengubah pikiran gadis itu yang sudah bertekad untuk bergabung di salah satu agensi meskipun mendapatkan sedikit penentangan dari sang Manajer yang selama ini menemaninya dari ia mulai berkarir.

.

“Aku harus melangkah maju, Oppa. Jika kita selalu berpijak pada satu tempat, aku takut untuk mengetahui fakta bahwa dunia ini terlalu luas. Aku ingin melihatnya dimanapun aku berada”

.

“Aku hanya tidak ingin kau terluka, Sooyeon-ah”

.

Sooyeon hanya tersenyum tipis mendengar kalimat itu.

.

.

.

“Sebelum melangkah pun, aku sudah terluka”

.

Gadis itu kembali melanjutkan langkahnya menyusuri jalanan kota Seoul yang terlihat berbeda dari sebelumnya. Kota kelahiran yang ia rindukan, meskipun di sisi lain telah menyisakan luka dan kenangan menyakitkan.

.

“Apa kau mau mencoba ini?”

.

Seseorang membuyarkan lamunannya. Wanita paruh baya itu tengah tersenyum padanya dan menawarkan tteokbokki dagangannya pada Sooyeon.

.

Sooyeon tersenyum lalu mencoba mencicipinya. “Hmmm, ini lezat”, komentarnya. Lalu ia melirik ke arah dagangan sang wanita paruh baya itu lalu kembali tersenyum. “Bolehkah aku membeli semuanya? Aku sangat menyukai ini”

.

Wanita itu pun tampak senang dan berterima kasih pada Sooyeon sebelum akhirnya Sooyeon melanjutkan langkahnya kembali.

.

Kini ia berada di pasar malam. Tatapannya mengarah pada sebuah kedai yang tampak sederhana. Ia mendekati kedai itu dan merasa lega bahwa tidak banyak orang berada di kedai ini. Ia memilih duduk di pojok dan membuat pesanan.

.

Begitu pesanannya datang, ia tersenyum lebar. “Kupikir aku tidak pernah bisa menikmati ini lagi”, gumamnya dan menuangkan segelas demi segelas soju yang sudah tidak diminumnya beberapa tahun belakangan.

.

“Ternyata, masih ada bagian dari Seoul yang membuatku bahagia”

.

.

.

.

.

.

—————————————

.

“Permainanmu tadi sangat bagus, Hayoung-ssi”

.

“Anda terlalu memuji saya, Pak”

.

Hayoung kembali mengangkat gelas winenya pada tiga pria yang bersamanya kini. Setelah bermain golf sore tadi, ia kini harus menjamu ketiganya untuk makan malam bersama. Sesuatu yang harus dilakukannya untuk menjaga koneksi bisnis yang dibangunnya.

.

“Aku mendengar project baru X3 diperkirakan akan menakjubkan. Itu artinya aku tidak perlu khawatir bukan?”

.

Hayoung mengangguk. “Direktur Kim sudah paham dengan apa yang dipilihnya. Aku jamin, dia tidak akan mengecewakan”

.

“Sesuai ekspektasiku. Aku tidak menyesal menjadi investor X3 bertahun-tahun lamanya”

.

“Anda terlalu memuji, Pak. Tapi terima kasih. X3 tidak akan mengecewakan anda semua”

.

Makan malam berlanjut diiringi obrolan-obrolan tentang bisnis dan segala pekerjaan. Dari kejauhan sesosok pria hanya menatap dalam diam suasana itu.

.

.

.

.

.

.

“Anda sudah bekerja keras hari ini”

.

Hayoung tersenyum dalam keadaan setengah mabuknya. “Terima kasih Ahjussi”, ujarnya sebelum mabuk ke dalam mobil.

.

“Apa anda akan pulang sekarang?”

.

“Aku ingin beristirahat disini sejenak”, jawabnya tanpa berkomentar lagi.

.

Sang supir pun menuruti permintaan gadis itu. Ia hanya diam dan sesekali mengecek kondisi Hayoung yang tengah memejamkan mata dari balik kaca spion tengah. Butuh waktu bagi Hayoung untuk menikmati tidurnya walau itu sangat singkat.

.

“Antarkan aku pulang ke rumah”

.

Ucapan Hayoung membuat sang supir terkejut. Ia menoleh ke arah sang majikan dan mengerutkan dahinya bingung.

.

“Ahjussi, apa kau lupa dimana rumahku?”

.

“Ani… maksud anda apakah—”

.

Hayoung tertawa sebelum mengangguk. “Hmmm, kediaman keluarga Baek”

.

.

.

.

.

.

“Hayoung-ah?”

.

Sebuah suara membuatnya menoleh. Meskipun sudah berjalan dengan hati-hati, ternyata seseorang masih terjaga. Terlebih itu adalah ibunya.

.

“Eoh, Umma. Maaf, aku tidak memberitahu kedatanganku”, jelasnya dengan suara berbisik

.

Sang Umma menggeleng pelan lalu membantu Hayoung menaiki tangga rumah untuk menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Keduanya pun kini berada di kamar Hayoung. Gadis itu duduk di tepian kasur sementara sang Umma mencarikan pakaian ganti di lemari pink miliknya.

.

“Apa kau baru saja pulang bekerja?”, tanya wanita itu lembut.

.

“Bisa dikatakan begitu. Meeting, bermain golf, dan makan malam” jelasnya

.

“Appamu berangkat ke New York siang tadi. Jika kau ingin berlama-lama disini, Umma akan sangat senang”

.

Hayoung mengangguk tanpa mengatakan sepatah katapun. Tak lama, sang Umma memberikan pakaian ganti dan membantunya untuk masuk ke dalam kamar mandi.

.

Hampir setengah jam berlalu, Hayoung keluar dengan tubuh yang lebih segar. Ia mendapati Ibu tirinya itu duduk di sofa dengan membawakan secangkir minuman hangat.

.

“Seharusnya Umma tidur dan beristirahat”

.

“Ani.. Umma hanya senang karena kau ada disini. Ini, minumlah untuk menghangatkan tubuhmu dan menghilangkan pengar”

.

Hayoung menyesap minuman hangat itu, sementara tiba-tiba ia merasakan sebuah tangan mengusap rambutnya lembut. “Kau sudah semakin tumbuh dewasa. Umma bahkan lupa terakhir kau merengek setiap pulang dari sekolah”

.

“Ah, Baek Hayoung yang cengeng?”, kekehnya mengejek diri sendiri

.

Sang Umma ikut tertawa. Tak henti-hentinya ia mengusap rambut Hayoung. “Datanglah kapanpun yang kau mau, hmm. Umma sangat senang”

.

“Maafkan aku”

.

“Jangan katakan itu, Hayoung-ah. Tidak sekalipun kau melakukan kesalahan”

.

Hayoung meletakkan cangkir yang dipegangnya dan kini mengubah posisinya untuk memandang ibu tirinya dengan lebih intens. “Meskipun di luar sana aku terluka, aku selalu bersyukur bahwa Umma selalu ada mendukungku. Seharusnya Umma bisa lebih bahagia dari sekedar bersama keluarga Baek”

.

“Aigoo~~ kau tumbuh terlalu cepat, hmmm. Aku tidak pernah menyesal untuk menikah dengan ayahmu. Jika iya, aku tidak pernah bertemu dengan seorang putri yang luar biasa sepertimu. Umma yang seharusnya berterima kasih”

.

Hayoung menggeleng pelan lalu memeluk Ibu tirinya itu dengan erat. Tangisan dan beban yang sejak tadi ada dipikirannya, kini ia luapkan semua. Ia menangis keras dalam pelukan itu. Pelukan yang membuatnya merasa aman dan nyaman.

.

.

.

.

.

***

.

.

Pagi yang cerah. Entah kenapa hari ini Seoul sangat indah. Perasaan itu sedari tadi yang dirasakan Haerim sembari dirinya terus berlari menikmati suasana pagi ini.

.

“Hmm, aku tahu. Aku akan kesana setelah selesai berolahraga”

.

“Aigoo~~ kau masih bisa berolahraga setelah semalam kau hanya minum di dalam rumah huh?”

.

“Unnie, aku akan menjaga kesehatanmu. Seharusnya kau memujiku”

.

“Aish, terserah kau saja. Jangan lupa sarapan atau aku akan membawakan segudang makanan ke ruangan—”

.

Haerim mematikan panggilan itu sembari bergidik. Ia sudah tahu bahwa Jaeyi tidak main-main dengan ucapannya. Terkadang bukan keinginannya untuk melupakan jam makannya, tetapi Haerim hanya merasa ia tidak tertarik dan peduli. Ia hanya akan makan jika merasa lapar.

.

Gadis itu kembali melanjutkan aktivitas jogging paginya sembari menikmati musik dari ponselnya.

.

.

“Huh?”

.

Haerim menghentikan langkahnya begitu menyadari seseorang yang ia kenal sedang duduk di bangku yang berada di tepian sungai han dan memijit pergelangan kakinya.

.

“Sooyeon-ssi?”

.

Sosok itu mendadak terdiam tanpa menoleh begitu sebuah suara menyapanya.

.

“Tenanglah, aku bukan seorang fans”

.

Kalimat selanjutnya membuat ia sosok itu merasa lega sebelum akhirnya melihat ke arah sumber suara. Tatapannya tetap terkejut sebelum Haerim menghampirinya semakin dekat.

.

“Kau berolahraga dengan kondisi kaki seperti itu?”, ada suara keheranan dari nada Haerim.

.

“Aku hanya berjalan-jalan sebentar untuk memulihkan sakitnya”

.

Haerim menunduk di hadapan Sooyeon dan memegang kaki gadis itu. “Masih sedikit bengkak”, ujarnya. “Apa sakitnya benar-benar sudah berkurang?”

.

Pertanyaan Haerim membuat keduanya kini saling berpandangan satu sama lain. Haerim mendongakkan wajahnya sementara Sooyeon menundukkan wajahnya. Keduanya terdiam beberapa saat. Entah apa yang sedang mereka pikirkan.

.

.

“Sooyeon-ah”

.

Haerim refleks berdiri dan melepaskan tangannya dari kaki Sooyeon. Tak jauh dari mereka, seorang pria memanggil Sooyeon dan berjalan menghampirinya. “Maaf, tempat jualannya sedikit jauh dari sini”, jelasnya pada Sooyeon sembari membawa beberapa botol mineral di dalam plastic

.

“Oh, Direktur Kim”, sapanya lagi begitu menyadari siapa yang ada bersama Sooyeon.

.

“Oh hai”, sapa Haerim canggung.

.

“Apa anda tinggal di sekitaran sini?”

.

“Ah, tidak juga. Aku hanya ingin datang kesini dan melakukan jogging sebentar”

.

Pria itu mengangguk mengerti. Tak lama ia pun menawarkan minuman pada Haerim, kemudian memberikannya pada Sooyeon sebelum melihat pergelangan kaki gadis itu.

.

“Kudengar anda yang membantu Sooyeon. Terima kasih atas bantuannya”

.

Mengerti apa yang dibicarakan manajer Sooyeon, Haerim pun mengangguk. “Tidak masalah. Aku kebetulan berada disana”

.

Tiba-tiba angin pagi di pinggir sungai Han terasa dingin. Menyadari hal itu, sang manajer bergegas pergi menuju mobil untuk mengambilkan jaket milik Sooyeon.

.

Ada keheningan disana beberapa saat, sebelum Sooyeon kembali bersuara. “Apa anda senang berolahraga disini?”

.

“Ah, soal itu. Tidak juga, aku hanya ingin berlari karena cuaca hari ini” jelas Haerim memandang ke hamparan sungai Han. “Bagaimana denganmu?”

.

“Aku?” Sooyeon tertawa sejenak. “Lari bukanlah hobiku. Aku hanya berjalan-jalan saja”

.

Tanpa sadar, Haerim mengangguk dan ikut tertawa.

.

“Satu-satunya yang tidak berubah adalah suasana di sini” komentar Sooyeon.

.

“Tapi, bukankah Amerika lebih menyenangkan? Kupikir orang-orang lebih tertarik untuk berpergian kesana daripada sungai Han”

.

“Tentu saja. Tapi aku bukan bagian dari orang-orang itu”

.

Jawaban Sooyeon membuat Haerim menoleh ke arahnya. Dan baru disadari, ternyata Sooyeon sudah lebih dulu menatap ke arahnya.

.

“Mungkin sebagian dari mereka merasa jenuh dan ingin suasana baru”, lanjutnya lagi dan keduanya masih saling bertatapan. “Tapi bagiku, semua yang ada disini rasanya seperti meredam rasa sedihku”

.

Haerim merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya. Kalimat yang ia dengar barusan, membuatnya meneteskan cairan di sudut matanya. Hingga tanpa ia sadari, manajer Sooyeon sudah kembali dan memberikan gadis itu jaket miliknya.

.

“Sebaiknya kita sudahi disini”

.

Sooyeon melepaskan pandangannya dan mengangguk menjawab ajakan sang manajer. Ia berdiri perlahan, kakinya sudah mulai membaik meskipun masih terlihat sedikit bengkak.

.

“Kami pamit dulu, Direktur Kim. Have a good day”, Ucap Sooyeon sembari membungkuk sopan begitu pula dengan sang manajer.

.

Haerim hanya membalas seadanya dan membiarkan keduanya beranjak dari situ. Tapi satu yang tidak berubah, tatapan matanya tak lepas dari punggung Sooyeon yang mulai menjauh.

.

.

.

.

“Apa dia sedang bersedih?”

.

.

.

.

.

TBC

ANOTHER DAY, SERIES

ANOTHER DAY (3)

Tittle                 : ANOTHER DAY

Cast                 : Jung Sooyeon

                          Kim Haerim

                          Baek Hayoung

                          Kwon Woobin

                          Kim Yoontae

                          Han Jaeyi

Genre               : Love Story, Drama, Mature, Friendship,

Series

Copyright © royalfams418.2022. Allright Reserved

This is just my imagination & don’t copy paste without permission

——————————————————————–

.

.

Part 3

.

.

“Apa kau akhirnya menyetujui proposal itu?”, Hayoung tampak tenang duduk di sofa yang berada di ruangan Haerim dan menyapa gadis itu saat kembali dari meeting Direksi.

.

Jaeyi meninggalkan ruangan sejenak untuk membiarkan keduanya berbincang. Haerim belum bersuara. Ia berjalan menuju kulkas kecil di ruangannya dan meneguk air mineral dingin untuk meredakan dahaganya dan suasana hatinya yang sedikit kacau.

.

“Apa kau mempengaruhi Diektur yang lain, Baek Hayoung?”, selidik Haerim dengan tatapan penuh kecurigaan.

.

“Jika aku melakukan itu, untuk apa aku memintamu mengadakan meeting Direksi tanpa kuhadiri?” Haerim-ah, kau tahu betul bahwa proposal itu menguntungkan bagi X3. Oh ayolah, ini dunia bisnis yang menjanjikan. Direktur yang lain pasti akan berpikir seperti itu juga”

.

Haerim terdiam, dan Hayoung hanya menatapnya tenang. Saat keheningan itu terjadi, layar televisi yang sedari tadi menyala, kembali menayangkan sebuah pemberitaan tentang kesuksesan X3 dan beberapa artisnya yang akhir-akhir ini menyita perhatian publik.

.

“Tim Manajer Go yang akan mengambil tanggung jawab di project tersebut”, akhirnya Haerim bersuara sembari duduk di kursi kerjanya dan menandatangani beberapa dokumen yang ia bawa dari ruang meeting.

.

Jawaban Haerim sudah cukup bagi Hayoung untuk mengetahui hasil yang terjadi di ruang meeting barusan. “Aku tahu kau akan memberikan jawaban terbaik bagi X3, Haerim-ah. Katakan padaku apapun yang kau butuhkan. X3 akan menjadi pintu gerbang yang luar biasa bagi siapapun di luar sana yang ingin berkarir di industri ini”.

.

Selesai mengucapkan itu, Hayoung tampak bersiap dan berdiri dari kursinya sebelum ia berpamitan pada Haerim dan meninggalkannya seorang diri. Tak selang berapa lama, Jaeyi muncul dan menghampiri gadis itu di meja kerjanya.

.

“Apa kau membutuhkan sesuatu?”

.

“Tolong berikan dokumen ini ke Tim Manager Go”, Haerim menyerahkan dokumen yang sudah ia setujui. “Aku akan ke ruang santaiku, Unnie. Kuharap kau bisa membuat alasan kepada siapapun yang ingin menemuiku saat ini. Aku sedikit lelah”

.

“Hmm, baiklah. Beristirahatlah disana. Aku hanya akan menghubungimu jika itu situasi mendesak”

.

“Ne. Gomawo Unnie”

.

.

.

.

.

—————————————

.

“Eoh, Sooyeon-ah”

.

Sooyeon tersenyum sembari membungkuk membalas sapaan itu. Ia baru saja hendak berkeliling di gedung X3 sebelum akhirnya malah bertemu Woobin di lobby.

.

“Syukurlah aku bertemu denganmu disini. Proposalku sudah disetujui di meeting Direksi”

.

Tentu saja ucapan Woobin membuat Sooyeon ikut senang. Keduanya melakukan high five dan sangat bahagia dengan keputusan itu. “Kuharap, kita bisa bekerja sama dengan baik dan memberikan hasil yang luar biasa”, ujar Woobin antusias.

.

“Ne, Oppa. Aku akan berusaha memberikan yang terbaik. Terima kasih untuk kesempatan ini, Oppa”

.

Woobin kembali tersenyum. “Aku jauh lebih berterima kasih karena berkesempatan kolaborasi denganmu”

.

Tiba-tiba manajer Woobin menghampiri keduanya. Dengan berat hati, Woobin undur diri karena dia memiliki jadwal lain. Sedangkan Sooyeon kembali melanjutkan rencananya untuk berkeliling melihat-lihat X3.

.

Ruangan pertama yang di lihat Sooyeon adalah lantai yang berisi ruang dance para trainee maupun untuk artis-artis yang sudah debut. Melihat momen-momen itu membuat Sooyeon teringat kembali akan keinginannya dahulu saat ingin menjadi trainee. Tapi sesuatu berkata lain, dan ia memilih untuk kembali ke San Fransisco.

.

Sepanjang perjalanannya melihat ruangan-ruangan yang ada di X3, tak sedikit ia berpapasan dengan para staff maupun anggota-anggota trainee yang mengenalnya. Beberapa dari mereka bahkan minta berfoto bersama.

.

Setelah mengelilingi beberapa ruang latihan, tibalah ia di sebuah ruangan yang paling membuatnya excited. Dimana lagi jika bukan di studio rekaman. Sooyeon mengetuk pintu tersebut, sebelum akhirnya membukanya dengan pelan.

.

Begitu pintu terbuka, seorang pria paruh baya menyadari kedatangannya dan membuka headphone yang dikenakannya. “Eoh”, ujarnya dengan terkejut. “Jung Sooyeon-ssi?”

.

Sooyeon mengangguk dan menyapa hormat sosok itu sembari memperkenalkan diri.

.

“Rumor kau dan Woobin akan berkolaborasi sudah tersebar di seluruh X3 bahkan sebelum meeting Direksi dilaksanakan”, kekehnya mencairkan suasana. “Apa kau perlu sesuatu?”

.

“Ah, ani. Hmm, aku hanya berkeliling saja dan terlalu excited untuk mampir ke ruangan ini”

.

“Hahahaha, aku paham. Sepertinya itu sudah jadi bagian tak terpisahkan dari seorang produser. Apa kau sudah melihat ruang latihan vokal dan alat musik?”

.

“Apakah di lantai ini ada ruang latihan tersebut?”

.

“Tentu saja. Sebagian produser X3 menggunakan ruangan itu. Jika kau tertarik kesana, pergilah menuju ujung lorong sebelum tangga darurat. Para produser meminta ruangan itu disana agar mereka bisa berkonsentrasi dengan baik”

.

Sooyeon semakin senang mendengarnya. Sebelum ke ruangan itu, ia melihat-lihat sejenak studio rekaman yang dimiliki oleh X3. Setelah merasa cukup, ia pun bergegas menuju ruangan yang dimaksud oleh salah satu staff tadi.

.

Kekagumannya tak bisa disembunyikan begitu melihat  perlengkapan yang serba memenuhi standarnya. Beruntung saat itu tidak ada yang menggunakan ruangan itu. Tanpa ragu, Sooyeon pun mencoba beberapa alat musik sembari mencari inspirasi dalam menciptakan lagu. Hampir 30 menit ia berada di ruangan itu sebelum akhirnya menyudahi kegiatannya.

.

Karena ruangan itu berada di dekat tangga darurat, gadis itu tampak penasaran dan mencoba mengecek kondisi tangga darurat. “Pengamanan di gedung ini sangat ketat”, batinnya setelah melihat struktur pengamana gedung X3.

.

Saat hendak kembali ke koridor untuk mencari lift, pandangan matanya tertuju pada sebuah pintu yang persis terletak di atas tangga darurat. Sejujurnya ia hampir tidak mempedulikan hal itu, namun langkah kakinya justru mengarah kesana. Mungkin karena rasa penasaran kembali menyerangnya.

.

“Seperti menuju rooftop”

.

Saat hendak memutar knop pintu tersebut, jangkauannya justru menjauh. Menandakan pintu itu dibuka dari sisi lain. Sooyeon terkejut, dan keseimbangan tubuhnya mulai lemah. Karena posisi kakinya yang tidak seimbang, ia justru terkilir.

.

“Ya Tuhan!”, sebuah suara terdengar disana. Sosok itu bergegas berjongkok dihadapan Sooyeon dan melihat kondisi gadis itu. “Apa yang kau lakukan disini?”, ujarnya sedikit berteriak namun terdengar panik. Dengan cepat, sosok itu membantu Sooyeon berdiri dan memapahnya ke dalam.

.

.

.

.

.

***

.

.

“Oh, Jaeyinya. Kau tiba lebih cepat dari dugaanku”, Tim Manager Go menyapa gadis itu penuh semangat. Seperti namanya yang unik, Go Hwaiting.

.

“Hahaha, anda bisa saja. Ini semua berkas yang sudah disetujui”, jelas Jaeyi sembari menyerahkan dokumen tersebut.

.

“Sempurna. Kudengar ini project yang digadang-gadang akan menjadi hits. Kuharap aku bisa membantu tim dengan baik”

.

“Tentu saja anda bisa, Pak. Kau pilihan terbaik yang dipercayakan Direktur Kim”

.

“Aish, berhentilah menyanjungku. Itu seperti racun”, kekehnya dan membuat Jaeyi tertawa juga.

.

Tak lama, Jaeyi menjelaskan beberapa hal yang perlu diketahui oleh Tim Manajer Go. Penjelasan Jaeyi cukup dipahami pria berkaca mata itu. Tentu saja, dengan bergabungnya Jung Sooyeon di X3Ent membawa angin baru bagi industri mereka yang sedang berada di puncak.

.

“Apa kau sudah bertemu dengannya?”

.

“Ah, Jung Sooyeon? Aku belum bertemu dengannya. Tapi kudengar dia sedang berada di X3 saat ini”

.

“Benarkah? Aku tidak sabar melihatnya secara langsung”, ujar Pak Go dengan semangat. “Kuharap, studio rekaman X3 sesuai dengan ekspektasinya”

.

“Tentu saja. Studio kita adalah salah satu yang terbaik di Seoul”

.

“Hmmm kau benar”

.

.

.

.

.

.

.

.

“Presdir Baek”

.

Hayoung membuka matanya yang terpejam sejenak begitu asistennya memanggil namanya.

.

“Maaf, anda memiliki jadwal lain setelah ini”, ujarnya dengan nada menyesal karena sudah mengganggu waktu istirahat sang Presdir.

.

“Its okay. Lanjutkan”, balas Hayoung mempersilahkan asistennya membaca jadwalnya hari ini.

.

“Anda ada pertemuan makan siang bersama Presdir dari Music Key. Setelah itu jadwal anda bermain Golf sebelum rapat bersama Investor utama untuk membahas ekspansi X3 ke Jepang”

.

“Apa semua investor akan hadir?”

.

“Beberapa diantaranya akan mengikuti secara virtual”

.

“Okay”, Hayoung menatap jam tangannya. “Setengah jam lagi kita berangkat, tunggulah di lobby”

.

Sang asisten undur diri dari ruangan Presdir dan membiarkan Hayoung seorang diri. Tak lama berselang, ia memakai ponselnya dan tampak menghubungi seseorang namun tidak ada jawabannya.

.

“Apa dia ada meeting lain?”, batin Hayoung dan kembali menghubungi orang tersebut sebelum akhirnya ia menghubungi nomor lain.

.

“Jaeyi-ssi. Apa Haerim sedang meeting?”

.

“Direktur Kim sedang ada urusan lain. Dia akan kembali setelah jam makan siang. Ada yang bisa saya bantu, Presdir?”, ujarnya mengalihkan perhatian. Hal yang sering dilakukan Jaeyi saat seseorang mencari Haerim disaat gadis itu sedang beristirahat tanpa ingin diganggu siapapun. Bahkan Hayoung sekalipun,

.

“Katakan padanya, aku akan meeting bersama investor utama sore ini. Jika dia berniat bergabung, datanglah ke Hotel Xtree jam 5 nanti”

.

“Baik Presdir. Akan saya sampaikan”

.

Hayoung mengakhiri panggilan tersebut sembari mendesah pelan. “Dia benar-benar mengkhawatirkan”, gumamnya mengingat Haerim.

.

Sembari bersiap-siap untuk pergi, Hayoung tidak sengaja melihat sebuah berkas lama yang menarik perhatiannya. Ia membuka lembar per lembar dokumen tersebut dan membacanya dengan seksama.

.

.

“Kau sudah menyelidikinya?”

.

Pria itu mengangguk dan menyerahkan seluruh informasi yang dimilikinya. “Ini yang bisa saya dapatkan. Sepertinya anda harus tahu semua ini”

.

.

.

Hayoung menyelesaikan lembar terakhir dokumen tersebut dan menutupnya kembali sebelum diletakkan di tempat rahasia.

.

“Seharusnya Haerim baik-baik saja dan melupakan semuanya” ada helaan nafas setelah memikirkan hal tersebut. Hayoung kembali mengingat sesuatu dan itu tampak membuatnya sedikit gelisah meskipun ia sendiri yang meyakini dirinya bahwa semua akan berjalan dengan baik.

.

“Haerim-ah, apa yang harus kulakukan padamu, huh? Berhentilah bersikap seperti itu!” geramnya melihat gadis dihadapannya hanya melamun di balkon apartemen miliknya yang berada di pusat kota Beijing.

.

Haerim menoleh sejenak sebelum kembali melamun. “Kembalilah ke Seoul. Aku belum tertarik melakukan apapun”

.

“Khaaaa~~ bagaimana bisa aku melakukan itu sedangkan kau seperti ini”

.

“Aku baik-baik saja Hayoung-ah. Kembalilah”

.

Hayoung menggelengkan kepalanya dengan cepat begitu ia teringat kembali pada masa lalu itu. Tanpa berpikir lagi, Hayoung beranjak dari kursinya dan bergegas menuju lobby dimana sopir dan asistennya tengah menunggu dirinya.

.

Sepanjang perjalanan, tangannya tak henti sibuk mengetikkan sesuatu pada tabletnya sebelum akhirnya ia bersuara pada sang asisten.

.

“Periksalah dokumen yang kukirimkan barusan. Perhatikan semua aspek hingga faktor legalitas. Aku tidak ingin sesuatu yang tidak kuinginkan terjadi. Kau mengerti?”

.

“Baik, Miss. Akan saya kerjakan dengan baik”

.

Hayoung mengangguk puas dan mematikan tabletnya. Ia pun memejamkan matanya untuk beristirahat sejenak sebelum mereka tiba di tempat tujuan.

.

.

.

.

.

————————————–

.

Sedari tadi yang bisa dilakukan Sooyeon adalah menahan rintihan yang dihasilkan oleh kain hangat yang menempel di pergelangan kakinya yang tampak membiru.

.

“Bertahanlah, setidaknya kakimu tidak akan membengkak”, suara tenang itu tak terusik sama sekali dengan rintihan Sooyeon. Wajahnya yang datar berbeda jauh dari tangannya yang cekatan saat membantu gadis itu.

.

Sooyeon yang masih berusaha menahan rasa perih, secara alamiah mencuri tatap pada sosok yang membungkukkan badan dihadapannya saat ini. Sosok tersebut bahkan tidak mempedulikan sudah berapa lama ia berada dalam posisi itu dan peluh yang membasahi wajahnya.

.

Tatapan Sooyeon tiba-tiba terusik begitu suara ponselnya berdering. Dengan sedikit ragu-ragu, ia pun akhirnya memilih untuk mengangkat.

.

“Hmm Oppa”

.

“Apa aku mengganggu waktumu? Bagaimana kegiatanmu disana?”

.

“Aku baik-baik saja. Tapi Oppa….” Sooyeon menghentikan sejenak ucapannya lalu beralih melirik ke arah sosok yang bersamanya. “Aku akan menelponmu kembali, hmmm”

.

“Ah, mian. Baiklah. Hati-hati dan jaga kesehatanmu”

.

.

Awwwww…

.

Sooyeon merasakan kali ini lebih perih dari sebelumnya dan membuat sosok itu merasa menyesal.

.

“Sudah selesai. Tunggulah disini”, jelasnya lalu membereskan semua perlengkapan yang digunakan untuk mengobati gadis itu.

.

.

.

.

.

“Kenapa ini bisa kembali lagi padaku?”

.

“Maaf, sepertinya alamat yang anda berikan sudah tidak terdaftar lagi disana. Jadi kami harus mengembalikan paket ini kepada anda sebagai pengirimnya”

.

Setelah ucapan sang petugas ekspedisi, gadis itu pun terdiam melihat paket yang ingin diberikan pada seseorang justru kembali padanya.

.

“Apa sebegitunya kau membenciku hingga pergi tanpa meninggalkan jejak?”

.

Dengan lunglai ia masuk ke dalam rumah dan membawa paket itu hingga menuju kamarnya. Disana ia membuka isi paket itu dan menatapnya dengan cucuran airmata.

.

“Setidaknya…setidaknya….kau menerima hadiah perpisahan dariku”

.

.

.

.

.

.

***

.

.

“Anda terlihat sedang memikirkan sesuatu. Apa itu mengusikmu, Miss?”

.

Hayoung tersenyum tipis.

.

“Ini gawat, aku tidak boleh terlihat seperti itu saat rapat nanti. Bukankah begitu?”

.

Pria itu mengangguk dan balas tersenyum. “Jika anda lelah, apa ingin mampir sejenak menghirup udara segar? Kita masih punya waktu sebelum tiba disana”

.

“Benarkah?”

.

Hayoung menatap ke arah luar jendela mobil sebelum mengucapkan sesuatu. “Berhentilah di tepi jembatan itu, aku ingin melihat sungai Han”

.

Sang sopir mengangguk mengiyakan permintaan atasannya itu. Selang berapa menit, Hayoung sudah berada di tepian jembatan dan tatapannya luruh melihat sekeliling sungai Han. Angin sore itu juga tampak bersahabat dengannya.

.

“Apa yang orang-orang pikirkan saat mereka terjun dari sini? Kupikir mereka memilih tempat yang luas dan menyejukkan”, batinnya

.

Tak lama berselang. “Tapi bukankah mereka menyia-nyiakan hidupnya jika melakukan itu?” Hayoung berdecak.

.

Ia menghela nafasnya sekali lagi sebelum berjalan-jalan kecil di sekitaran jembatan. Ia mencoba menikmati semua itu meskipun pikirannya sedari tadi bergerilya entah kemana.

.

.

.

“Dia presdir di salah satu perusahaan ternama di Jepang. Temui dia dan menikahlah, Hayoung-ah. Kau tahu bagaimana sifat ayahmu”

.

“Umma~~ Bisakah kau membelaku satu kali saja?”

.

“Jika saja aku bisa melakukannya. Tapi aku tak pernah berhak atas dirimu, Baek Hayoung. Kau sudah tahu itu”

.

Hayoung berdiri dari kursinya dengan kasar. Menatap nanar pada wanita di hadapannya. Ia tidak membencinya, bahkan ia mencintai wanita itu melebihi ibu kandungnya sendiri. Tapi pada kenyataannya, sang Ayahlah yang membuat mereka menjadi lemah.

.

“Aku berharap kau terus bahagia, Hayoung-ah”

.

Hayoung tak berkomentar apapun. Ia meninggalkan restoran itu dengan hati yang kacau.

.

.

.

“Apa aku benar-benar bisa bahagia seperti yang Umma harapkan? Ck, bahkan aku tidak bisa memilih kebahagiaanku”

.

.

.

.

.

.

TBC

———————————————–

See you

by : J418

ANOTHER DAY, SERIES

ANOTHER DAY (2)

Tittle                : ANOTHER DAY

Cast                 : Jung Sooyeon

                          Kim Haerim

                          Baek Hayoung

                          Kwon Woobin

                          Kim Yoontae

                          Han Jaeyi

Genre              : Love Story, Drama, Mature, Friendship,

Series

Copyright © royalfams418.2022. Allright Reserved

This is just my imagination & don’t copy paste without permission

——————————————————————–

.

.

Part 2

.

.

“Huffttt”

.

Reaksi itu membuat sosok disampingnya menggeleng pelan. “Tidak biasanya kau bersikap seperti itu? Tenanglah, mereka hanya ingin menyapamu. Sang pahlawan X3 yang mendunia”

.

“Ck, kau berlebihan. Dan jangan bicara seperti itu, perutku terasa mual”

.

Plaaakkk

.

“Awww!! YA!! Kau memukul Direktur?”

.

“Berhentilah merengek. Rapikan blazermu dan ayo kita masuk. Semuanya sudah menunggu”

.

Dengan sedikit kesal karena pukulan barusan, Gadis dengan blazer baby blue itu pun mengangguk. Ia didampingi sang asisten mulai melangkah memasuki sebuah ruangan dengan pintu besar yang sudah dijaga ketat oleh beberapa orang.

.

Para pria yang menjaga pintu itu menyapanya dengan sopan namun serius. Tak lama keduanya berhasil melewati pintu pemeriksaan dan berjalan menuju sebuah ruangan dimana sudah terdengar sayup-sayup obrolan disana.

.

Begitu Jaeyi membuka pintu terakhir, beberapa pasang mata menyadari kedatangan Haerim dan berdiri memberikan jabat tangan mereka dengan senang.

.

“Selamat datang, Direktur Kim. Senang melihat anda disini”, ujar salah seorang pria paruh baya yang merupakan salah satu investor di X3.

.

Kedatangan Haerim menjadi salah satu agenda yang harus ia lakukan meskipun sebenarnya ia tidak tertarik untuk bertemu banyak orang terutama para petinggi dan investor dari X3. Tetapi semua tetap ia lakukan secara professional setelah mendapatkan ceramah panjang dari Jaeyi.

.

.

.

.

.

“Khaaa~ mereka benar-benar tahu caranya membuatku bosan disana”, komentar Haerim begitu ia masuk ke dalam mobil.

.

“Kau harus semakin terbiasa dengan kondisi disini”

.

“I know”

.

Tak lama Haerim terdiam. Tatapan matanya mengarah ke arah luar jendela mobil. Satu tangannya menopang dagunya lalu ia memejamkan mata.

.

Jaeyi yang melihatnya dari arah kaca depan, hanya tersenyum. Wajah Haerim terlihat sangat polos dengan wajahnya yang mungil. Siapa yang akan menyangka bahwa gadis itu sudah berusia 32 tahun.

.

“Tidurlah dengan nyaman. Aku akan membangunkanmu saat tiba di rumah”

.

“Ani”

.

“Huh??”, Jaeyi menoleh ke arah belakang dan menatap Haerim dengan bingung.

.

Haerim tak membuka matanya sama sekali namun ia berbicara dengan pelan. “Turunkan aku di Delight”

.

“Ya~~~ Bisakah kau beristirahat dengan benar?”, protes Jaeyi. Ia tahu artinya jika Haerim ingin pergi ke Delight.

.

“Kau bilang aku harus professional. Hayoung pasti masih disana”

.

“Khaa~~ kalian selalu saja membuatku khawatir. Bagaimana mungkin orang bisa meeting di tempat se-berisik itu”

.

Komentar Jaeyi membuat Haerim terkekeh kecil. Apa yang dikatakan Jaeyi tidak salah. Mana mungkin ada orang yang bisa meeting di bar penuh dengan suara musik dan teriakan-teriakan orang yang mabuk.

.

.

.

.

.

——————————————

.

Bruuukk…

.

Awwww…

.

Suara rintihan itu menggema di kamar yang didominasi dekorasi hitam dan putih. Sosok bertubuh atletis baru saja jatuh dari atas tempat tidurnya dan membuatnya harus terpaksa bangun dari tidur lelap yang menyenangkan.

.

“Oh sh*t”, gumamnya sembari mengusap butt nya yang sakit.

.

Namja itu dengan malas bangun dari posisinya dan menatap ke arah jam dinding. Ia sedikit mengerutkan dahinya karena menyadari bahwa alarm ponselnya tidak berbunyi. Dengan tergesa ia mengecek ponselnya sebelum menuju kamar mandi untuk bersiap pergi.

.

.

.

“Aku sedang menuju kesana. Apa kau sudah sampai hyung?”,

.

“Eoh, aku menunggumu. Syukurlah dia belum datang. Jangan terlambat dan hati-hati di jalan”

.

“Arraseo~”

.

Sepanjang perjalanan ia bergumam sembari menyenandungkan beberapa lyric lagu populer saat ini. Tubuhnya dengan santai mengikuti irama sembari ia fokus melihat ke arah depan. Tanpa sadar, ia tersenyum sendiri saat menikmati waktunya.

.

Mobil sport hitam itu akhirnya tiba di tempat tujuan. Ia memandang sekeliling, dan tanpa sedikit ragu melihat lokasi pertemuan. “Apa ini tempat yang benar?”, batinnya.

.

Begitu keluar, ia segera menghubungi sang manajer dan tak lama seorang pria keluar dari arah gedung di seberang tempat ia memarkirkan mobilnya.

.

“Eoh, Woobin-ah”

.

“Hyung, apa ini tempatnya?”, tanyanya dengan tak percaya.

.

“Sebenarnya ada di belakang gedung ini. Tapi kita harus parkir disini. Kajja, sebelum kita terlambat”

.

Kedua pria itu pun menuju tempat pertemuan. Keduanya menunggu seseorang disana sembari menikmati cemilan ringan. Hampir setengah jam lamanya, akhirnya sosok yang mereka tunggu datang juga.

.

“Senang bertemu denganmu, Sooyeon-ssi”

.

Gadis itu tersenyum begitu manajer Woobin menyapanya duluan. Selang berapa saat, giliran Woobin yang menyapa gadis itu dengan antusias.

.

“Terima kasih, kau sudah datang ke Seoul. Rasanya tidak percaya bisa bertemu denganmu, Sooyeon-ssi”

.

Sooyeon sedikit canggung dengan sikap formal kedua pria itu. “Kuharap kalian bicara dengan santai saja, Oppa. Aku sedikit terganggu”, jujurnya to the point.

.

Baik Woobin maupun manajernya tertawa dengan ucapan itu. Ketiganya mulai mengobrol, meskipun masih sedikit kaku namun lama-kelamaan Sooyeon mulai terbiasa dengan kedua sosok yang ditemuinya itu.

.

“Aku tidak menyangka bisa kembali kesini setelah 7 tahun. Rasanya Seoul banyak berubah, tapi kurasa tidak dengan orang-orangnya”, ujarnya sembari memainkan segelas Americano hangat ditangannya.

.

“Kau benar”, balas Woobin sembari menyengir. “Orang-orang sulit berubah, tapi keadaan cepat menjadi berbeda”, timpalnya.

.

“Ngomong-ngomong, apa kau sudah membaca seluruh proposalnya? Aku tidak keberatan dengan syarat apapun yang akan kau ajukan Sooyeon-ssi.. Ah, maksudku Sooyeon-ah”, kekeh Woobin mencoba santai.

.

“Aku tidak masalah dengan proposalnya. Tapi mungkin ada beberapa hal yang perlu kita diskusikan lagi Oppa. Apa kau sudah mendengar referensi yang kukirimkan bulan lalu?”

.

“Tentu saja. Aku menikmatinya. Kurasa aku tidak sabar untuk segera bekerja sama denganmu. Tapi…..ada sedikit masalah”, lanjut Woobin dengan ragu. “Proposalku belum sepenuhnya diterima. Tapi kuharap, petinggi X3 bisa segera memberi jawaban. Kau tenang saja, aku yakin proposalku akan diterima”

.

Sooyeon tersenyum mendengar sikap positif namja dihadapannya ini. Ia bisa melihat jelas, seberapa excitednya Woobin saat membicarakan project mereka.

.

“Kuharap semua bisa berjalan lancar, Oppa. Aku akan membantumu dengan maksimal”

.

“Ah, seriously Sooyeon-ah. Aku tidak meragukan kemampuanmu. Kau pilihan terbaik untuk projectku”

.

“Gomawo, Oppa”, balasnya sembari tersenyum. “Aku akan segera memberitahumu hal-hal yang harus kita diskusikan dalam surat perjanjian”

.

“Sure~~ Aku akan menunggunya”

.

.

.

.

.

***

.

.

Tak…tak…tak…

.

Sesosok gadis terlihat sangat sibuk di dapur. Beberapa peralatan cukup berantakan, tetapi ia tetap fokus dengan apa yang dikerjakannya. Di dalam kamar, Haerim yang tertidur pulas tampak mulai terusik dengan keributan itu.

.

Matanya masih mengantuk, namun ia memaksakan diri untuk bangun dari tempat tidur sebelum sebuah teriakan menggema. “YA! Kim Haerim, angkat butt mu dan kemarilah”, teriak sosok itu dari dapur.

.

“Khaaa~~”, hanya helaan nafas yang keluar dari bibir gadis itu. “Aku rasa aku tidak mengizinkanmu untuk menginap disini.”

.

“Ck, dasar tidak tahu terima kasih. Kau yang merepotkanku. Minum seorang diri di Delight, padahal tidak sanggup untuk minum. Dan aku harus mendengar omelan Yerim karena meninggalkannya dan menyusulmu ke Delight”

.

Haerim mengangkat bahunya cuek. “Kau tidak bilang juga sudah tidak ada di Delight. Seharusnya kau berterima kasih karena aku meluangkan waktuku untuk kesana”

.

“For god sake, Kim Haerim. Kau menyebalkan”, Gadis itu memutar matanya kesal sembari menata makanan di meja dibantu oleh seorang maid.

.

Haerim kembali cuek dan duduk di sisi seberang gadis yang tengah mengomel padanya itu. Jika berbicara tentang Hayoung, dia adalah satu dari sekian orang yang bisa bertahan di sekitar Haerim dengan segala sikap unpredictable nya. Bahkan tak jarang Hayoung hampir menyerah untuk bisa memahami isi hati gadis itu.

.

“Kau tahu hari ini akan ada rapat Direksi? Mereka akan membicarakan proposal Woobin”

.

Haerim menikmati makannya tanpa merespon ucapan itu. Tentu saja, Hayoung mendesah pelan melihat sikap gadis itu. “Aku mengizinkanmu melakukan apapun yang ingin kau bangun untuk X3. Tapi kuharap kau bisa menerima apapun yang mungkin tidak kau sukai tetapi itu menguntungkan untuk X3. Jangan membuat investor mulai meradang, Haerim-ah”

.

“Aku tahu”

.

Lagi-lagi Hayoung mendesah.

.

Selesai sarapan, keduanya menikmati waktu santai sejenak di halaman belakang rumah Haerim. Hayoung sibuk melihat beberapa berita sedangkan Haerim terlihat serius memainkan game di ponselnya.

.

Tak lama, suara bel rumah berbunyi. Dari kejauhan, Haerim menyadari kedatangan Jaeyi.

.

“Oh, Presdir. Anda disini”, Jaeyi menyapanya dengan sopan karena dia tidak memiliki kedekatan dengan Hayoung.

.

“Direktur, ini jadwal anda hari ini”

.

Haerim hanya melirik sejenak tablet yang dipegang Jaeyi dan kembali memainkan game di ponselnya sembari menggumam mengerti.

.

“Pastikan dia hadir di rapat Direksi siang ini”, timpal Hayoung sembari ia beranjak dari kursinya dan berpamitan pulang. Meninggalkan Jaeyi dan Haerim disana.

.

“Woaaahh”, Jaeyi mendesah lega. “Woah, apa Presdir kita seserius itu?”

.

Haerim tertawa kecil. Melihat gadis itu masih memainkan game di ponselnya membuat Jaeyi mulai tak sabaran.

.

“YA! Bergegaslah, kau ada meeting penting sebelum meeting Direksi”, Jaeyi langsung mengambil ponsel Haerim dan segera melarikan diri. Alhasil keduanya mulai kejar-kejaran di taman hingga Jaeyi berhasil.

.

.

.

“Kau mulai menyebalkan, Unnie”, Haerim masih protes sepanjang perjalanan menuju kantor. Jaeyi menyita ponselnya untuk sementara. Terkadang, sikapnya yang childish menjadi bagian dari hal yang tidak terduga.

.

Jaeyi fokus dengan tablet di tangannya dan mengabaikan sikap Haerim. “Kudengar Woobin akan berkolaborasi dengan Jung Sooyeon, penyanyi dan produser muda berbakat dari San Fransisco. Kupikir itu hal yang bagus dan membuat X3 semakin berkembang di Amerika”

.

Haerim hanya berdehem mendengar ucapan asistennya itu sembari menyandarkan punggungnya, mencoba beristirahat sejenak sebelum tiba di tempat meeting pertamanya hari ini.

.

.

.

.

———————————–

.

“Bagaimana harimu disana, Sooyeon-ah?”

.

Gadis itu menatap wajah seorang pria di layar ponselnya dengan tenang dan sesekali tersenyum padanya. “Aku merindukan tempat ini. Kurasa aku tidak menyesal dengan keputusanku”

.

“Tapi aku sangat merindukanmu”, Pria itu mempoutkan bibirnya.

.

“Oppa~~~”

.

“Baiklah baiklah, maafkan aku”

.

Sudah setengah jam keduanya berbincang hangat dan ringan. Jarak yang terlalu jauh saat ini membuat keduanya harus berpisah sementara, terlebih sang Pria yang sangat merindukan gadis itu.

“Apa meetingnya berjalan lancar?”

.

“Huum. Sejauh ini semuanya baik-baik saja”

.

“Haruskah aku menghubungi petinggi disana?”

.

“Jangan lakukan itu. Kau tahu aku tidak suka”

.

“Aku tahu dan aku tidak akan melakukannya tanpa izinmu. Apa kau puas?”

.

Gadis itu mengangguk cepat dan menyengir. “Terima kasih Oppa, tapi aku akan baik-baik saja dan bisa mengaturnya. Lagipula Minho akan menyusul ke Seoul. Jadi tenang lah”

.

Pria itu balas mengangguk paham. Sesekali ia hanya menatap dalam wajah gadis itu walau hanya dari layar. Kesibukannya yang padat membuatnya tidak bisa menemani sosok yang bersamanya ini untuk melakukan pekerjaan di Seoul.

.

“Oppa, sepertinya aku harus segera pergi. Aku akan berkunjung ke X3”

.

“Secepat ini?”, tanyanya sedikit dengan nada tidak rela karena harus mengakhiri panggilan video tersebut.

.

“Hari ini para Direksi akan membicarakan proposal tersebut”

.

“Arraseo. Semoga semuanya berjalan lancar. Kau tahu, aku bisa membantu mewujudkannya jika kau membutuhkan bantuanku”

.

“Hmmm I know. Gomawo”

.

Beberapa saat keduanya hanya saling pandang dan menatap dengan senyuman sebelum mengakhiri panggilan tersebut.

.

Ia menutup ponselnya dan memandang sejenak ke arah tembok di hadapannya. Jemari tangannya meraba sebuah tulisan disana yang didampingi beberapa tulisan lainnya. Meskipun sudah lama, ia masih bisa membaca jelas tulisan yang pernah dibuatnya.

.

-Duniamu adalah impianku-

.

Tak terasa, airmata menetes begitu saja tanpa persetujuannya. Ia memejamkan matanya sejenak untuk menenangkan segala perasaan yang mendadak bergejolak di dadanya. Kerinduan yang tak terbendung itu akhirnya meledak.

.

“Aku bukan dunia yang seharusnya kau tinggali. Hiduplah dengan bahagia dan bangunlah duniamu bersama orang-orang yang pantas berada di sisimu”

.

Sekuat tenaga ia membuka matanya dan menyeka airmata itu dengan tangan yang bergetar hebat. Tatapannya kembali melekat pada tulisan di arah tembok.

.

“Katakan dengan jujur satu kali ini saja. Apa artiku bagimu?”

.

“Kau? Kau adalah serpihan kenangan yang seharusnya tidak tumbuh disekitarku”

.

.

.

.

.

.

“Khaa~, baiklah. Akan kulakukan dengan benar”

.

Jaeyi mengangguk setuju dengan ucapan Haerim barusan. Gadis itu sudah bersiap menuju ruang meeting utama bersama para Direksi. “Lakukan seperti seorang Kim Haerim yang luar biasa dan belajar lah menerima hal baru untuk kepentingan perusahaan”

.

“Kau benar-benar asistenku, Unnie”, Haerim menggeleng takjub dengan seluruh rencana yang dijabarkan Haerim.

.

Dari kejauhan, tampak seseorang dengan gaya elegant dengan rambut hitam bergelombang terurai sangat cantik berjalan menghampiri keduanya. Sosok itu tersenyum lebar dan menyapa dengan santai.

.

“Aku menunggu kabar baik darimu, Direktur Kim”

.

“Berhentilah melakukan intervensi, Presdir Baek”

.

Hayoung kembali tersenyum lebar. Seolah dia sedang menggoda Haerim yang terlihat kesal. Jika Hayoung ingin mengambil keputusan seorang diri, ia sudah menyetujui proposal Woobin. Namun gadis itu tidak melakukannya karena menghormati rapat Direksi.

.

“Jaeyi-ya”, Suara Hayoung membuat asisten Haerim menoleh ke arahnya. Melihat hal itu, Haerim hanya mengangguk pada gadis itu dan membuatnya mengikuti Hayoung ke ruangannya sedangkan Haerim bersiap menuju ruang meeting bersama jajaran Direksi X3.

.

Setiba di ruangan, Hayoung membuatkan Jaeyi secangkir kopi lalu keduanya duduk di sisi bersebrangan. Hayoung menyandarkan punggungnya di sofa, dan tatapannya mengarah ke sebuah dokumen di meja di hadapannya.

.

“Kuharap Haerim mengambil keputusan yang kuharapkan”

.

“Apa akan baik-baik saja, presdir? Maksud saya, ngghh…..”

.

“Wae? Haerim harus bisa menghadapi sesuatu yang baru. Aku paham mengapa dia menentang ide kolaborasi ini. Haerim lebih memilih, menggunakan produser-produser professional yang sudah memiliki jam terbang di X3. But, I think the other way”

.

Jaeyi tak menyanggah atau pun setuju. Hayoung yang melihat respon gadis itu tertawa kecil. “Haerim tidak akan pernah berubah. Kau tahu itu”

.

.

“Apa Haerim akan baik-baik saja?”

.

.

.

.

.

.

TBC

—————————————————

I hope you’ll like it ^^

ANOTHER DAY, SERIES

ANOTHER DAY (1)

Tittle                : ANOTHER DAY

Cast                 : Jung Sooyeon

                          Kim Haerim

                          Baek Hayoung

                          Kwon Woobin

                          Kim Yoontae

                          Han Jaeyi

Genre              : Love Story, Drama, Mature, Friendship,

Series

Copyright © royalfams418.2022. Allright Reserved

This is just my imagination & don’t copy paste without permission

——————————————————————–

.

.

Part 1

<Selanjutnya...>

.

.

SEOUL, 2022

“Apakah hari ini kita meeting tanpa Direktur lagi?”

.

“Khaa~~ Sepertinya begitu. Aku tidak berhasil menghubunginya. Mungkin dia sedang tidak ingin diganggu”

.

Kedua pria berjas itu tampak menghela nafas saat memikirkan kemungkinan yang ada dipikiran mereka tentang ketidakhadiran Direktur di rapat penting.

.

X3Entertainment, merupakan salah satu agensi berkumpulnya para pesohor ternama Korea di bidang music, tv series maupun perfilman. Kehebatan mereka tidak diragukan lagi saat mampu melakukan ekspansi di industri hiburan ke negeri China hingga Amerika.

.

“Ini bukan kali pertama kalian harus menghadapi situasi ini “, sahut seorang staf lainnya.

.

“Ya, kau benar Jaeyi-ya. Tetapi setelah itu kita hanya perlu bersiap dua kali lipat lebih sibuk dari biasanya”

.

Para staf tersebut kembali menghela nafas. Saat mereka sedang mempertanyakan keberadaan sang Direktur, sebuah suara mengejutkan dari sisi koridor yang lain. Lebih tepatnya sesosok pria muncul dari arah elevator dan berlari tergesa menghampiri ketiganya.

.

“Ini berita besar”, ujarnya sembari mengatur nafasnya yang memburu.

.

“Apa? Berita kencan salah satu artis kita lagi? Atau ada yang terekspos melakukan bullying?”, tebak salah satu dari mereka dengan nada malas.

.

Tanpa menjawab, pria itu menggelengkan kepalanya cepat. “Kalian tahu….” jelasnya masih tersengal. “Aku melihat Sooyeon-ssi di lobby. Ah maksudku… Jung Sooyeon sekarang ada di lobby!!” Ujarnya sedikit meninggikan suara karena excited menyebutkan nama itu.

.

“APAAAAAAA????!!!”

.

.

.

.

.

—————————————–

.

Tik..tik…tik…

Hanya keheningan yang terasa di dalam ruangan. Sementara, jarum panjang jam dinding terus menerus berdetak. Salah satu maid terlihat berdiri dalam diamnya, menunggu sang majikan yang membaca dokumen untuk membuka suara.

.

“Khaaa~~”, satu kata itu akhirnya muncul.

.

Gadis berwajah mungil dengan rambut hitam tergerai itu pun menutup dokumen yang dibacanya dan menoleh ke arah maid. “Aku akan ke studio. Jika Jaeyi atau siapapun dari X3 mencariku, katakan aku tidak ingin diganggu”

.

“Tapi Direktur…”

.

“Wae?”

.

“Sedari tadi ponsel ini terus bergetar. Sepertinya anda—”

.

Gadis itu menatap dengan serius lalu tersenyum. “Abaikan saja. Aku pergi dulu”

.

.

.

.

.

.

“Aish, dia membuatku gila”

.

Sementara di sisi lain seorang pria berkacamata memainkan ponselnya dan terus menghubungi seseorang yang sedari tadi tak merespon panggilannya.

.

“Ayolah Direktur, kau harus mengangkatnya. Ini berita besar”, gumamnya sembari menatap ponselnya.

.

“Kau sedang membicarakanku?”

.

“Wae—”, ucapannya terhenti begitu menyadari sosok yang berdiri di sebelahnya dengan setelan blazer yang menawan. Bahkan kemeja yang dikenakannya tampak membuatnya terlihat luar biasa.

.

“Direktur Kim!!!”, sapanya dengan sangat senang. “Kenapa ponsel anda tidak bisa dihubungi? Kau bahkan tidak hadir di meeting direksi pagi ini”, lanjutnya dengan nada protes walaupun sebenarnya ia merasa lega.

.

“Aku yakin kalian bisa menghandlenya”, jawabnya cuek lalu melangkah menuju parkiran diikuti pria yang datang ke rumahnya itu.

.

“Anda tahu siapa yang ada di X3 saat ini?”, tanyanya antusias sembari menyamakan langkah kaki sang Direktur.

.

Sosok itu memilih tak menanggapi ucapan stafnya. Terlihat jelas di raut wajahnya bahwa ia sangat lelah, namun berusaha menutupi kelelahan itu sebisa mungkin tanpa disadari orang lain. Tiba-tiba langkahnya terhenti dan membuat pria berkaca mata itu hampir menabraknya.

.

“Saat ini aku tidak ingin membicarakan apapun tentang X3. Sekarang pergilah ke kantor dan katakan pada Jaeyi untuk mengurus segalanya. Kau tidak perlu repot-repot kemari, hmmm”

.

Setelah kalimat itu berakhir, hanya ada keheningan. Tatapan pria berkaca mata itu hanya menurut dan dengan berat hati ia pun kembali ke kantor.

.

.

.

.

.

***

.

.

Penyanyi sekaligus produser music ternama Jung Sooyeon terlihat berada di Seoul pagi ini. Kedatangannya di bandara tentu cukup menghebohkan. Gadis keturunan Korea-Amerika itu belum lama ini menjadi pembicaraan hangat diantara musisi dunia. Muda dan berbakat, ia menjadi salah satu penyanyi sekaligus produser yang tak diragukan karyanya di Amerika, bahkan di Seoul, kota masa kecilnya.

.

Klik..!

.

.

Seseorang memperhatikan berita itu sedari tadi tanpa melepaskan konsentrasinya pada sebuah map yang berada di tangannya. Lembar demi lembar ia baca dengan serius, walaupun beberapa kali ada kerutan heran di dahinya.

.

“Apa Haerim sudah melihatnya?”

.

“Direktur hari ini tidak berada di kantor, Miss. Tapi menurut informasi yang didapat, Jung Sooyeon mengunjungi X3”

.

“Baiklah aku mengerti”, jelasnya lalu menandatangani dokumen-dokumen yang sudah disetujuinya. “Buat janji dengan Haerim, aku ingin bertemu dengannya”

.

“Nggh… apakah itu perlu, Miss?”

.

Pertanyaan itu membuatnya tertawa sembari menatap ke wajah bingung sang asisten. “Kau pikir dengan Haerim menjadi Direktur X3, aku bisa sesuka hati bertemu dengannya?”

.

“Tidak Miss, hanya saja—”

.

“Hahahaha I know I know. Sekarang pergilah, dan jangan lupa memastikan jadwal pertemuanku dengannya”

.

Setelah kepergian sang asisten, ia bersantai sejenak di kursi kebesarannya lalu tampak memikirkan sesuatu. Ruangan yang besar ini terasa sangat hening. Hanya lukisan-lukisan indah yang terpajang di sisi kanan dan kiri, beberapa bunga hiasan tersusun rapi, dan sebuah rak buku besar yang tertata dengan baik.

.

Drtttt…..

.

“Hmmm, wae?”

.

“Apa kau perlu menjawabnya sedatar itu Presdir?”

.

“I’m not in good mood”, balas gadis itu lebih datar lagi.

.

Di sisi lain, sang penelpon tertawa kecil lalu berdehem sebelum berbicara dengan nada serius. “Aku yakin anda sudah melihat berita. Bagaimana pendapatmu?”

.

“Pendapatku untuk apa? Jangan berbasa-basi. Katakan keperluanmu Kwon Woobin”

.

Ada suara tawa lagi dari sang penelpon. “Kuharap anda setuju dengan projectku berikutnya. Aku yakin ini akan menjadi hot topic dan keuntungan buatku maupun X3. Tolong pertimbangkan dengan baik”

.

“Kha~~ seharusnya kau bicarakan itu dengan Tim Manajermu dan Direktur Kim”

.

“Tapi aku ingin mengatakannya pada anda. Keputusan anda bisa mengubah banyak hal. Jadi tolong pertimbangkan dengan baik. Aku tidak akan menelpon anda jika bukan karena Direktur Kim. Dia terlalu kolot soal masalah ini”

.

“Ck, perhatikan bicaramu. Kau artis dan dia Direktur di agensimu”

.

Woobin terdengar cuek. “Aku mengandalkan anda, Presdir”, ujarnya sebelum mengakhiri panggilan itu.

.

Gadis itu mendesah kasar dan menyandarkan punggungnya di kursi kebesarannya. Ia menatap lagi ruangan sekelilingnya dalam diam.

.

“Jung Sooyeon”, batinnya.

.

.

.

.

.

———————————–

.

Suasana X3Entertainment kembali normal setelah seminggu berlalu. Kini orang-orang di agensi menjalani aktivitas pekerjaan mereka seperti biasa. Di lobby utama, sang Direktur muda nan kharismatik itu turun dari Audi hitam miliknya.

.

Sapaan demi sapaan terdengar di sekitar lobby ketika beberapa pegawai menyadari kehadirannya. Kim Haerim, merupakan Direktur X3Entertainment yang terkenal pendiam namun memiliki ide-ide brilian serta dikenal tegas dalam setiap pekerjaan. Namun sisi lain darinya, ia menjadi musuh beberapa artist di agensinya karena seringkali menentang ide-ide artist tersebut.

.

Menetap di Seoul, adalah pilihannya yang tidak diduga oleh siapapun bahkan oleh sang Presdir. Selama ini, Kim Haerim tinggal di Beijing. Ia terpilih menjadi Direktur X3Entertainment bukan karena kedekatannya dengan sang Presdir, melainkan prestasinya yang mampu membuat X3Entertainment berkembang hingga ke China bahkan Amerika.

.

Namun selama kepemimpinannya, ia jarang berkunjung ke Seoul jika tidak ada urusan mendesak. Dan belum lama ini, ia memutuskan untuk berada di Kantor Pusat X3Entertainment yang ada di Seoul.

.

“Selamat pagi Direktur Kim”, seseorang menyapanya. Haerim berdecak begitu melihat sosok itu.

.

“Han Jaeyi siap membantu anda”, ujar sosok tersebut tertawa.

.

“Berhentilah memasang wajahmu seperti itu, Jaeyi-ya”

.

Jaeyi kembali tertawa sebelum akhirnya dia menyampaikan jadwal sang Direktur dan keduanya pun berjalan bersama menuju ruangan sang Direktur. Begitu tiba di meja kerja, Haerim segera mengecek dokumen yang baru saja diserahkan oleh stafnya itu.

.

“Sepertinya Presdir Baek mulai menunjukkan tanda-tanda kemurkaannya. Seminggu kau tidak ingin dihubungi siapapun bahkan olehnya”

.

“Aku akan siap mendengar amarahnya. Bagaimana dengan semua jadwal?”, Haerim terlihat tampak cuek dengan komentar asistennya tentang sang Presdir. Gadis itu tampak tak peduli dengan apapun yang akan terjadi hari ini karena kedatangannya setelah absen selama 1 minggu.

.

“Semuanya sesuai jadwal. Beberapa kontrak brand yang perlu diperbaharui sudah kusiapkan sesuai permintaanmu”

.

Jaeyi merapikan beberapa tumpukan dokumen di sisi kanan yang berada di meja Haerim untuk dibaca dan ditandatangani gadis itu. Tapi tak lama, Jaeyi akhirnya mendesah lalu berdecak sembari berkacak pinggang.

.

“Kau benar-benar membuat masalah, Haerim-ah”, ujarnya kali ini dengan santai karena mereka sudah selesai membahas pekerjaan.

.

Han Jaeyi. Gadis yang lebih tua dari Haerim dengan segala sikapnya yang dewasa dan bijaksana. Hanya dia satu-satunya orang yang bisa Haerim percaya selama berada di Seoul. Culture yang sedikit berbeda dengan yang ia hadapi saat tinggal di Beijing membuat gadis itu tak terbuka pada siapapun kecuali Jaeyi, asisten pribadinya.

.

“Tidak sekarang, Unnie”, balasnya dengan lelah.

.

“Sampai kapan kau menghindari Hayoung, huh? Dia menerorku setiap hari untuk tahu keberadaanmu. Bersikaplah professional padanya, Haerim-ah”

.

“Aku tahu apa yang dipikirkannya”, Haerim mendesah lalu menatap Jaeyi dengan serius. “Kau lebih tahu dari siapapun, Unnie”

.

.

.

.

.

.

.

Di tempat lain….

.

“Kuharap kau mengerti, Oppa”

.

“Tapi kau tidak membicarakannya denganku. Apa yang membuatmu tiba-tiba ke Seoul dan membatalkan beberapa pekerjaanmu?”

.

Ada helaan nafas pelan dari bibir gadis itu setiap ia mendengarkan lawan bicaranya berkomentar tentang keputusannya. “Aku tahu seharusnya aku tidak melakukan itu. Aku minta maaf, hmmm. Ada tawaran pekerjaan di Seoul yang menarik minatku. Jadi kumohon, kali ini biarkan aku mengurusnya dengan baik”

.

“Aku tidak bisa menang darimu soal ini. Tapi biarkan aku mengirim Minho ke Seoul dan dia akan mengurus segala keperluanmu. Kali ini, kau tidak boleh menolaknya”

.

“Hmmm, baiklah. Aku mengerti, gomawo Oppa”

.

Gadis itu baru saja menutup telponnya dan kembali melanjutkan langkahnya untuk masuk ke sebuah kafe yang terlihat tampak sepi. Seorang pelayan menyapanya dan hendak memberikan buku menu. Namun gadis itu menghentikannya dan langsung memesan sesuatu disana. Seperti sesorang yang sudah sering berkunjung kemari.

.

Selesai dengan pesanannya, ia berjalan menuju sebuah meja yang terletak di sisi kaca jendela dan duduk disana. Tatapan matanya terhenti pada sebuah tulisan yang berada di sisi tembok. Bukan hanya satu dua coretan, tetapi kafe ini memang menyediakan bagian sisi tembok untuk ditulis oleh para pengunjung yang datang ke kafe ini. Entah hanya sekedar doa, curhatan, atau kata-kata yang ingin ditulis pelanggan disana.

.

.

“Apa keinginan terbesarmu?”, sosok di depannya itu bertanya tanpa menoleh karena sibuk dengan kegiatan lain.

.

“Berada di sisimu selama yang kau inginkan”, seorang gadis berseragam SMP menjawabnya dengan lantang dan membuat sosok itu tertawa.

.

“Yaa~~ Pikirkan tentang cita-citamu saat kau menjadi dewasa nanti”, protes sosok itu dan meminta sang gadis kecil untuk kembali memikirkan pertanyaannya.

.

“Jawabanku akan tetap sama” balasnya santai dengan cengiran. Tak lama ia berdiri dari kursinya dan menuju ke sisi lain lalu menuliskan sesuatu disana.

.

“Aku baru saja menuliskan cita-citaku saat aku menjadi dewasa nanti. Kau puas, Unnie?”, tanyanya lagi pada sosok itu.

.

“Good girl. Kau pasti bisa mewujudkan itu. Ngomong-ngomong, apa yang kau tulis disana?”

.

Gadis itu tersenyum nakal lalu menggeleng dengan bangga. “Hanya aku dan Tuhan yang tahu”, ujarnya dengan kekehan dan membuat sosok disampingnya itu mempoutkan bibir. Saat hendak melihat apa yang ditulis gadis itu, ia tidak dapat menemukannya karena terlalu banyak tulisan lain disana yang menumpuk. Dan itu membuatnya semakin kesal dan penasaran.

.

.

.

.

5 years later….

.

Hujan lebat membasahi Seoul siang ini. Sesosok gadis berlari dengan tergesa dan masuk ke dalam sebuah kafe dengan pakaiannya yang terlanjur basah. Sang pemilik kafe melihatnya dan memberinya sebuah handuk untuk mengeringkan tubuhnya.

.

Ia memesan minuman favoritnya seperti biasa dan menuju meja langganannya. Siapapun yang melihatnya akan menyadari bahwa gadis itu habis menangis hebat meskipun air hujan sudah cukup menghapus airmatanya.

.

Hampir satu jam ia disana dan memandangi harapannya yang sudah pupus seperti debu yang tersapu air hujan.

.

-Karena kita berbeda- satu kalimat ini terus terngiang dibenaknya. Hingga ia dengan sekuat tenaga menahan air matanya agar tidak jatuh untuk kesekian kalinya.

.

“Kau berbohong dengan segalanya”

.

.

.

.

.

Hosh…..hoshhh……

.

Ia tersentak begitu menyadari lamunan panjangnya mendadak menyakiti dadanya. Tangannya yang satu terangkat untuk mengusap bagian itu sembari menyesap minuman dihadapannya. Karena kafe masih terlalu sepi, tidak ada yang menyadari keadaannya saat ini. Nafasnya memburu dan ia masih memegangi jantungnya yang terus berdegup cepat. Ia seperti tercekik dan tenggelam dalam lamunan barusan.

.

Hossshhh……hosshhhh…..

.

“Seharusnya aku tidak seperti ini”, gumamnya. “Ternyata rasanya masih sama. Menyakitkan”

.

Pandangannya kembali ke arah luar jendela dan melihat kendaraan maupun orang-orang berlalu lalang disana. Hampir 15 menit ia tak bergeming dengan posisi yang sama. Bahkan gadis itu kembali tenggelam dalam pikirannya lagi.

.

Karena kita berbeda…

.

Satu kalimat yang kembali menyakitinya.

.

.

.

.

.

.

***

.

.

“Apa begitu caramu menghindariku, Kim Haerim?”

.

Helaan nafas Haerim kembali terdengar. Sudah 30 menit dia berusaha tidak mengangkat ponselnya yang bergetar hingga akhirnya ia terpaksa melakukan itu. Dan satu kalimat yang baru saja didapat membuatnya mendesah pasrah.

.

“Apa yang ingin kau bicarakan denganku, Presdir? Sebaiknya katakan saja di telpon, aku tidak bisa memenuhi permintaanmu saat ini”

.

“YAH!! Kau bercanda? Berhentilah bersikap seperti itu”

.

“Kau yang harus berhenti bersikap seperti itu, Baek Hayoung! Dan lagi, pelankan suaramu. Kau ingin membuat telingaku rusak?”

.

“Aku tidak akan berhenti berteriak dan menelponmu jika kau menunjukkan wajahmu padaku sekarang di Delight”

.

“Aku ada meeting. Selamat bersenang-senang dan jangan pulang dalam keadaan mabuk berat”

.

Tutttt……tuuuuttttttt…..

.

.

“YAHHH!!! KIM HAERIM. Ohh shit”

.

Ia membanting ponselnya kesal karena panggilannya dimatikan begitu saja oleh Haerim.

.

“Apa dia mematikan ponselnya lagi?”

.

Anggukan itu membuat lawan bicaranya tertawa keras ditengah kebisingan suasana saat ini. Orang-orang disekitar tampak menikmati musik dari sang DJ dan beberapa lainnya sudah mulai dikendalikan oleh alcohol yang menguasai tubuh mereka.

.

“Dia sangat tidak asyik. Berhentilah mengharapkannya untuk datang kesini”

.

Hayoung masih tampak kesal karena sikap Haerim barusan. “Aku muak, sebaiknya kita pergi dari sini”

.

“Kau akan pergi semudah itu?”

.

“Tentu saja tidak. Kita akan pergi ke tempat biasanya”

.

Sosok itu tertawa lagi dengan keras dan mengacungkan jempolnya pertanda setuju. “Ini Baek Hayoung yang aku kenal”, ucapnya dengan cengiran.

.

“Just shut up, Yerim-ah”

.

.

.

.

.

TBC

——————————————————–

Hi ^^

I know… its take a long time.

Keinginan kadang tidak sejalan dengan harapan.

But, its not problem. I keep trying to be here.

Selamat Membaca untuk siapapun yang berkunjung disini ^^

Thank you

.

.

.

by: J418