ANOTHER DAY, SERIES

ANOTHER DAY (3)

Tittle                 : ANOTHER DAY

Cast                 : Jung Sooyeon

                          Kim Haerim

                          Baek Hayoung

                          Kwon Woobin

                          Kim Yoontae

                          Han Jaeyi

Genre               : Love Story, Drama, Mature, Friendship,

Series

Copyright © royalfams418.2022. Allright Reserved

This is just my imagination & don’t copy paste without permission

——————————————————————–

.

.

Part 3

.

.

“Apa kau akhirnya menyetujui proposal itu?”, Hayoung tampak tenang duduk di sofa yang berada di ruangan Haerim dan menyapa gadis itu saat kembali dari meeting Direksi.

.

Jaeyi meninggalkan ruangan sejenak untuk membiarkan keduanya berbincang. Haerim belum bersuara. Ia berjalan menuju kulkas kecil di ruangannya dan meneguk air mineral dingin untuk meredakan dahaganya dan suasana hatinya yang sedikit kacau.

.

“Apa kau mempengaruhi Diektur yang lain, Baek Hayoung?”, selidik Haerim dengan tatapan penuh kecurigaan.

.

“Jika aku melakukan itu, untuk apa aku memintamu mengadakan meeting Direksi tanpa kuhadiri?” Haerim-ah, kau tahu betul bahwa proposal itu menguntungkan bagi X3. Oh ayolah, ini dunia bisnis yang menjanjikan. Direktur yang lain pasti akan berpikir seperti itu juga”

.

Haerim terdiam, dan Hayoung hanya menatapnya tenang. Saat keheningan itu terjadi, layar televisi yang sedari tadi menyala, kembali menayangkan sebuah pemberitaan tentang kesuksesan X3 dan beberapa artisnya yang akhir-akhir ini menyita perhatian publik.

.

“Tim Manajer Go yang akan mengambil tanggung jawab di project tersebut”, akhirnya Haerim bersuara sembari duduk di kursi kerjanya dan menandatangani beberapa dokumen yang ia bawa dari ruang meeting.

.

Jawaban Haerim sudah cukup bagi Hayoung untuk mengetahui hasil yang terjadi di ruang meeting barusan. “Aku tahu kau akan memberikan jawaban terbaik bagi X3, Haerim-ah. Katakan padaku apapun yang kau butuhkan. X3 akan menjadi pintu gerbang yang luar biasa bagi siapapun di luar sana yang ingin berkarir di industri ini”.

.

Selesai mengucapkan itu, Hayoung tampak bersiap dan berdiri dari kursinya sebelum ia berpamitan pada Haerim dan meninggalkannya seorang diri. Tak selang berapa lama, Jaeyi muncul dan menghampiri gadis itu di meja kerjanya.

.

“Apa kau membutuhkan sesuatu?”

.

“Tolong berikan dokumen ini ke Tim Manager Go”, Haerim menyerahkan dokumen yang sudah ia setujui. “Aku akan ke ruang santaiku, Unnie. Kuharap kau bisa membuat alasan kepada siapapun yang ingin menemuiku saat ini. Aku sedikit lelah”

.

“Hmm, baiklah. Beristirahatlah disana. Aku hanya akan menghubungimu jika itu situasi mendesak”

.

“Ne. Gomawo Unnie”

.

.

.

.

.

—————————————

.

“Eoh, Sooyeon-ah”

.

Sooyeon tersenyum sembari membungkuk membalas sapaan itu. Ia baru saja hendak berkeliling di gedung X3 sebelum akhirnya malah bertemu Woobin di lobby.

.

“Syukurlah aku bertemu denganmu disini. Proposalku sudah disetujui di meeting Direksi”

.

Tentu saja ucapan Woobin membuat Sooyeon ikut senang. Keduanya melakukan high five dan sangat bahagia dengan keputusan itu. “Kuharap, kita bisa bekerja sama dengan baik dan memberikan hasil yang luar biasa”, ujar Woobin antusias.

.

“Ne, Oppa. Aku akan berusaha memberikan yang terbaik. Terima kasih untuk kesempatan ini, Oppa”

.

Woobin kembali tersenyum. “Aku jauh lebih berterima kasih karena berkesempatan kolaborasi denganmu”

.

Tiba-tiba manajer Woobin menghampiri keduanya. Dengan berat hati, Woobin undur diri karena dia memiliki jadwal lain. Sedangkan Sooyeon kembali melanjutkan rencananya untuk berkeliling melihat-lihat X3.

.

Ruangan pertama yang di lihat Sooyeon adalah lantai yang berisi ruang dance para trainee maupun untuk artis-artis yang sudah debut. Melihat momen-momen itu membuat Sooyeon teringat kembali akan keinginannya dahulu saat ingin menjadi trainee. Tapi sesuatu berkata lain, dan ia memilih untuk kembali ke San Fransisco.

.

Sepanjang perjalanannya melihat ruangan-ruangan yang ada di X3, tak sedikit ia berpapasan dengan para staff maupun anggota-anggota trainee yang mengenalnya. Beberapa dari mereka bahkan minta berfoto bersama.

.

Setelah mengelilingi beberapa ruang latihan, tibalah ia di sebuah ruangan yang paling membuatnya excited. Dimana lagi jika bukan di studio rekaman. Sooyeon mengetuk pintu tersebut, sebelum akhirnya membukanya dengan pelan.

.

Begitu pintu terbuka, seorang pria paruh baya menyadari kedatangannya dan membuka headphone yang dikenakannya. “Eoh”, ujarnya dengan terkejut. “Jung Sooyeon-ssi?”

.

Sooyeon mengangguk dan menyapa hormat sosok itu sembari memperkenalkan diri.

.

“Rumor kau dan Woobin akan berkolaborasi sudah tersebar di seluruh X3 bahkan sebelum meeting Direksi dilaksanakan”, kekehnya mencairkan suasana. “Apa kau perlu sesuatu?”

.

“Ah, ani. Hmm, aku hanya berkeliling saja dan terlalu excited untuk mampir ke ruangan ini”

.

“Hahahaha, aku paham. Sepertinya itu sudah jadi bagian tak terpisahkan dari seorang produser. Apa kau sudah melihat ruang latihan vokal dan alat musik?”

.

“Apakah di lantai ini ada ruang latihan tersebut?”

.

“Tentu saja. Sebagian produser X3 menggunakan ruangan itu. Jika kau tertarik kesana, pergilah menuju ujung lorong sebelum tangga darurat. Para produser meminta ruangan itu disana agar mereka bisa berkonsentrasi dengan baik”

.

Sooyeon semakin senang mendengarnya. Sebelum ke ruangan itu, ia melihat-lihat sejenak studio rekaman yang dimiliki oleh X3. Setelah merasa cukup, ia pun bergegas menuju ruangan yang dimaksud oleh salah satu staff tadi.

.

Kekagumannya tak bisa disembunyikan begitu melihat  perlengkapan yang serba memenuhi standarnya. Beruntung saat itu tidak ada yang menggunakan ruangan itu. Tanpa ragu, Sooyeon pun mencoba beberapa alat musik sembari mencari inspirasi dalam menciptakan lagu. Hampir 30 menit ia berada di ruangan itu sebelum akhirnya menyudahi kegiatannya.

.

Karena ruangan itu berada di dekat tangga darurat, gadis itu tampak penasaran dan mencoba mengecek kondisi tangga darurat. “Pengamanan di gedung ini sangat ketat”, batinnya setelah melihat struktur pengamana gedung X3.

.

Saat hendak kembali ke koridor untuk mencari lift, pandangan matanya tertuju pada sebuah pintu yang persis terletak di atas tangga darurat. Sejujurnya ia hampir tidak mempedulikan hal itu, namun langkah kakinya justru mengarah kesana. Mungkin karena rasa penasaran kembali menyerangnya.

.

“Seperti menuju rooftop”

.

Saat hendak memutar knop pintu tersebut, jangkauannya justru menjauh. Menandakan pintu itu dibuka dari sisi lain. Sooyeon terkejut, dan keseimbangan tubuhnya mulai lemah. Karena posisi kakinya yang tidak seimbang, ia justru terkilir.

.

“Ya Tuhan!”, sebuah suara terdengar disana. Sosok itu bergegas berjongkok dihadapan Sooyeon dan melihat kondisi gadis itu. “Apa yang kau lakukan disini?”, ujarnya sedikit berteriak namun terdengar panik. Dengan cepat, sosok itu membantu Sooyeon berdiri dan memapahnya ke dalam.

.

.

.

.

.

***

.

.

“Oh, Jaeyinya. Kau tiba lebih cepat dari dugaanku”, Tim Manager Go menyapa gadis itu penuh semangat. Seperti namanya yang unik, Go Hwaiting.

.

“Hahaha, anda bisa saja. Ini semua berkas yang sudah disetujui”, jelas Jaeyi sembari menyerahkan dokumen tersebut.

.

“Sempurna. Kudengar ini project yang digadang-gadang akan menjadi hits. Kuharap aku bisa membantu tim dengan baik”

.

“Tentu saja anda bisa, Pak. Kau pilihan terbaik yang dipercayakan Direktur Kim”

.

“Aish, berhentilah menyanjungku. Itu seperti racun”, kekehnya dan membuat Jaeyi tertawa juga.

.

Tak lama, Jaeyi menjelaskan beberapa hal yang perlu diketahui oleh Tim Manajer Go. Penjelasan Jaeyi cukup dipahami pria berkaca mata itu. Tentu saja, dengan bergabungnya Jung Sooyeon di X3Ent membawa angin baru bagi industri mereka yang sedang berada di puncak.

.

“Apa kau sudah bertemu dengannya?”

.

“Ah, Jung Sooyeon? Aku belum bertemu dengannya. Tapi kudengar dia sedang berada di X3 saat ini”

.

“Benarkah? Aku tidak sabar melihatnya secara langsung”, ujar Pak Go dengan semangat. “Kuharap, studio rekaman X3 sesuai dengan ekspektasinya”

.

“Tentu saja. Studio kita adalah salah satu yang terbaik di Seoul”

.

“Hmmm kau benar”

.

.

.

.

.

.

.

.

“Presdir Baek”

.

Hayoung membuka matanya yang terpejam sejenak begitu asistennya memanggil namanya.

.

“Maaf, anda memiliki jadwal lain setelah ini”, ujarnya dengan nada menyesal karena sudah mengganggu waktu istirahat sang Presdir.

.

“Its okay. Lanjutkan”, balas Hayoung mempersilahkan asistennya membaca jadwalnya hari ini.

.

“Anda ada pertemuan makan siang bersama Presdir dari Music Key. Setelah itu jadwal anda bermain Golf sebelum rapat bersama Investor utama untuk membahas ekspansi X3 ke Jepang”

.

“Apa semua investor akan hadir?”

.

“Beberapa diantaranya akan mengikuti secara virtual”

.

“Okay”, Hayoung menatap jam tangannya. “Setengah jam lagi kita berangkat, tunggulah di lobby”

.

Sang asisten undur diri dari ruangan Presdir dan membiarkan Hayoung seorang diri. Tak lama berselang, ia memakai ponselnya dan tampak menghubungi seseorang namun tidak ada jawabannya.

.

“Apa dia ada meeting lain?”, batin Hayoung dan kembali menghubungi orang tersebut sebelum akhirnya ia menghubungi nomor lain.

.

“Jaeyi-ssi. Apa Haerim sedang meeting?”

.

“Direktur Kim sedang ada urusan lain. Dia akan kembali setelah jam makan siang. Ada yang bisa saya bantu, Presdir?”, ujarnya mengalihkan perhatian. Hal yang sering dilakukan Jaeyi saat seseorang mencari Haerim disaat gadis itu sedang beristirahat tanpa ingin diganggu siapapun. Bahkan Hayoung sekalipun,

.

“Katakan padanya, aku akan meeting bersama investor utama sore ini. Jika dia berniat bergabung, datanglah ke Hotel Xtree jam 5 nanti”

.

“Baik Presdir. Akan saya sampaikan”

.

Hayoung mengakhiri panggilan tersebut sembari mendesah pelan. “Dia benar-benar mengkhawatirkan”, gumamnya mengingat Haerim.

.

Sembari bersiap-siap untuk pergi, Hayoung tidak sengaja melihat sebuah berkas lama yang menarik perhatiannya. Ia membuka lembar per lembar dokumen tersebut dan membacanya dengan seksama.

.

.

“Kau sudah menyelidikinya?”

.

Pria itu mengangguk dan menyerahkan seluruh informasi yang dimilikinya. “Ini yang bisa saya dapatkan. Sepertinya anda harus tahu semua ini”

.

.

.

Hayoung menyelesaikan lembar terakhir dokumen tersebut dan menutupnya kembali sebelum diletakkan di tempat rahasia.

.

“Seharusnya Haerim baik-baik saja dan melupakan semuanya” ada helaan nafas setelah memikirkan hal tersebut. Hayoung kembali mengingat sesuatu dan itu tampak membuatnya sedikit gelisah meskipun ia sendiri yang meyakini dirinya bahwa semua akan berjalan dengan baik.

.

“Haerim-ah, apa yang harus kulakukan padamu, huh? Berhentilah bersikap seperti itu!” geramnya melihat gadis dihadapannya hanya melamun di balkon apartemen miliknya yang berada di pusat kota Beijing.

.

Haerim menoleh sejenak sebelum kembali melamun. “Kembalilah ke Seoul. Aku belum tertarik melakukan apapun”

.

“Khaaaa~~ bagaimana bisa aku melakukan itu sedangkan kau seperti ini”

.

“Aku baik-baik saja Hayoung-ah. Kembalilah”

.

Hayoung menggelengkan kepalanya dengan cepat begitu ia teringat kembali pada masa lalu itu. Tanpa berpikir lagi, Hayoung beranjak dari kursinya dan bergegas menuju lobby dimana sopir dan asistennya tengah menunggu dirinya.

.

Sepanjang perjalanan, tangannya tak henti sibuk mengetikkan sesuatu pada tabletnya sebelum akhirnya ia bersuara pada sang asisten.

.

“Periksalah dokumen yang kukirimkan barusan. Perhatikan semua aspek hingga faktor legalitas. Aku tidak ingin sesuatu yang tidak kuinginkan terjadi. Kau mengerti?”

.

“Baik, Miss. Akan saya kerjakan dengan baik”

.

Hayoung mengangguk puas dan mematikan tabletnya. Ia pun memejamkan matanya untuk beristirahat sejenak sebelum mereka tiba di tempat tujuan.

.

.

.

.

.

————————————–

.

Sedari tadi yang bisa dilakukan Sooyeon adalah menahan rintihan yang dihasilkan oleh kain hangat yang menempel di pergelangan kakinya yang tampak membiru.

.

“Bertahanlah, setidaknya kakimu tidak akan membengkak”, suara tenang itu tak terusik sama sekali dengan rintihan Sooyeon. Wajahnya yang datar berbeda jauh dari tangannya yang cekatan saat membantu gadis itu.

.

Sooyeon yang masih berusaha menahan rasa perih, secara alamiah mencuri tatap pada sosok yang membungkukkan badan dihadapannya saat ini. Sosok tersebut bahkan tidak mempedulikan sudah berapa lama ia berada dalam posisi itu dan peluh yang membasahi wajahnya.

.

Tatapan Sooyeon tiba-tiba terusik begitu suara ponselnya berdering. Dengan sedikit ragu-ragu, ia pun akhirnya memilih untuk mengangkat.

.

“Hmm Oppa”

.

“Apa aku mengganggu waktumu? Bagaimana kegiatanmu disana?”

.

“Aku baik-baik saja. Tapi Oppa….” Sooyeon menghentikan sejenak ucapannya lalu beralih melirik ke arah sosok yang bersamanya. “Aku akan menelponmu kembali, hmmm”

.

“Ah, mian. Baiklah. Hati-hati dan jaga kesehatanmu”

.

.

Awwwww…

.

Sooyeon merasakan kali ini lebih perih dari sebelumnya dan membuat sosok itu merasa menyesal.

.

“Sudah selesai. Tunggulah disini”, jelasnya lalu membereskan semua perlengkapan yang digunakan untuk mengobati gadis itu.

.

.

.

.

.

“Kenapa ini bisa kembali lagi padaku?”

.

“Maaf, sepertinya alamat yang anda berikan sudah tidak terdaftar lagi disana. Jadi kami harus mengembalikan paket ini kepada anda sebagai pengirimnya”

.

Setelah ucapan sang petugas ekspedisi, gadis itu pun terdiam melihat paket yang ingin diberikan pada seseorang justru kembali padanya.

.

“Apa sebegitunya kau membenciku hingga pergi tanpa meninggalkan jejak?”

.

Dengan lunglai ia masuk ke dalam rumah dan membawa paket itu hingga menuju kamarnya. Disana ia membuka isi paket itu dan menatapnya dengan cucuran airmata.

.

“Setidaknya…setidaknya….kau menerima hadiah perpisahan dariku”

.

.

.

.

.

.

***

.

.

“Anda terlihat sedang memikirkan sesuatu. Apa itu mengusikmu, Miss?”

.

Hayoung tersenyum tipis.

.

“Ini gawat, aku tidak boleh terlihat seperti itu saat rapat nanti. Bukankah begitu?”

.

Pria itu mengangguk dan balas tersenyum. “Jika anda lelah, apa ingin mampir sejenak menghirup udara segar? Kita masih punya waktu sebelum tiba disana”

.

“Benarkah?”

.

Hayoung menatap ke arah luar jendela mobil sebelum mengucapkan sesuatu. “Berhentilah di tepi jembatan itu, aku ingin melihat sungai Han”

.

Sang sopir mengangguk mengiyakan permintaan atasannya itu. Selang berapa menit, Hayoung sudah berada di tepian jembatan dan tatapannya luruh melihat sekeliling sungai Han. Angin sore itu juga tampak bersahabat dengannya.

.

“Apa yang orang-orang pikirkan saat mereka terjun dari sini? Kupikir mereka memilih tempat yang luas dan menyejukkan”, batinnya

.

Tak lama berselang. “Tapi bukankah mereka menyia-nyiakan hidupnya jika melakukan itu?” Hayoung berdecak.

.

Ia menghela nafasnya sekali lagi sebelum berjalan-jalan kecil di sekitaran jembatan. Ia mencoba menikmati semua itu meskipun pikirannya sedari tadi bergerilya entah kemana.

.

.

.

“Dia presdir di salah satu perusahaan ternama di Jepang. Temui dia dan menikahlah, Hayoung-ah. Kau tahu bagaimana sifat ayahmu”

.

“Umma~~ Bisakah kau membelaku satu kali saja?”

.

“Jika saja aku bisa melakukannya. Tapi aku tak pernah berhak atas dirimu, Baek Hayoung. Kau sudah tahu itu”

.

Hayoung berdiri dari kursinya dengan kasar. Menatap nanar pada wanita di hadapannya. Ia tidak membencinya, bahkan ia mencintai wanita itu melebihi ibu kandungnya sendiri. Tapi pada kenyataannya, sang Ayahlah yang membuat mereka menjadi lemah.

.

“Aku berharap kau terus bahagia, Hayoung-ah”

.

Hayoung tak berkomentar apapun. Ia meninggalkan restoran itu dengan hati yang kacau.

.

.

.

“Apa aku benar-benar bisa bahagia seperti yang Umma harapkan? Ck, bahkan aku tidak bisa memilih kebahagiaanku”

.

.

.

.

.

.

TBC

———————————————–

See you

by : J418

Leave a comment